Ditengah-tengah berkembangnya game elektronik modern dan berhamburnya game centre di sekitar kita, tentunya memiliki dampak terhadap game-game tradisional.. Dulu waktu saya SD, permainan tradisional selalu dimainkan bersama dengan tetangga-tetangga dan teman-teman sama, udik memang - tapi asyik, dan terkenang sampai sekarang. Saya selalu tersenyum sendiri ketika membanyangkan saya mengejar layang-layang sampai 2 km jauhnya, bermain gobaksodor sampai larut, main jamuran saat terang bulan, mencari ikan di sungai dengan tangan (’memet’ istilah gaulnya), berlarian kesana kemari dan tidak lupa menginjak tahi ayam yang masih hangat. Benar-benar maknyus rasannya (bukan rasa tahi ayam di kakiku yang maknyus, tetapi pengalaman tersebut). Kenangan yang begitu menyenangkan, sampai-sampai ingin memainkan permainan tersebut kembali. Kenangan yang mampu mengisi waktu sebelum tidur malam. Kenangan yang dapat diibaratkan seperti salah satu lagu Padi, begitu indah....
Sutau saat nanti, jika saya sudah punya anak. Akan saya suruh si kecil ini bermain permainan tradisional. Selain demi mendapatkan kenangan indah 20 tahun mendatang (termasuk juga kenangan menginjak tahi ayam yang masih hangat), juga sekaligus bermanfaat untuk melestarikan pemainan-permainan tradisional yang begitu menyenangkan. Apa anda ingin theme song lagu jamuran di akui buatan bangsa lain, seperti halnya reog ponorogo? Atau pastinya ingin masa kecil generasi berikutnya penuh kenangan, seperti yang anda rasakan sekarang. Saya berharap generasi-generasi yang akan datang dapat tetap mengalami pengalaman bermain permainan tradisional, tidak punah, tapi tetap lestari.
Coba simak lirik salah satu theme song permainan tradisional ini :
”Cublak-cublak suweng, suwenge teng gelender, mambu ketundung gudel,
Tak empol lela-lelo, sopo ngguyu ndelekake...
Sir, Sir pong, udele bodong 2x ”
Begitu indah dan menggelitik, menghibur serta menarik.....Jujur, saya tidak ingin lagu tersebut hilang.